Update: Untuk mendapatkan berita-berita terupdate website marzukialie.com bisa men update melalui twitter kami @marzukialie dan untuk komunikasi langsung dengan Dr. H. Marzuki Alie bisa melalui twitter kami @marzukialie_MA
profile marzuki alie Demokrat

TULISAN

MINTA MAAF DAN MUNDUR?
Oleh : ir.KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc.,Lic.Eng.,Ph.D
KONSISTENSI BERPOLITIK
Oleh : ir.KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc.,Lic.Eng.,Ph.D
KSP MOELDOKO?
Oleh : ir.KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc.,Lic.Eng.,Ph.D
DULU CIUM TANGAN, SEKARANG MENUSUK DARI BELAKANG?
Oleh : ir.KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M.Sc.,Lic.Eng.,Ph.D
Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Nasional
Oleh : Dr. H. Marzuki Alie

PENCARIAN

ALBUM

December 2024
SnSlRbKmJmSbMi
      1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031

DAPATKAN BUKU YANG SUDAH DITANDATANGANI OLEH MARZUKI ALIE untuk palestine Liga Pendidikan Indonesia

TULISAN

URGENSI UU KELAUTAN DAN AGENDA PEMBANGUNAN NEGARA MARITIM


Oleh Dr. H. Marzuki Alie

Hari Kelautan Dunia atau World Ocean Day yang selalu diperingati pada tanggal 8 Juni, tahun ini mengambil tema besar Together We Have the Power to Protect the Ocean.Sebagaimana biasa, hari kelautan dunia yang kita peringati bulan Juni lalu, selalu dirangkaikan dengan kegiatan Hari Nusantara disertai workshop yang menampilkan pimpinan-pimpinan lembaga negara untuk memberikan pandangan mengenai kebijakan kelautan di Indonesia. Pada Majalah Parlementaria edisi ini, sebagaimana pada edisi 94 TH. XLII 2012 yang lalu, saya perlu menyampaikan opini penting mengenai kebijakan kelautan, khususnya terkait dengan penyelesaian RUU Kelautan di DPR-RI.

Sejak awal peradaban terbentuk, laut digunakan dalam tiga cara utama: untuk transportasi, kekuatan militer dan sebagai sumber makanan. Tiga cara ini makin meluas, termasuk sebagai sumber energi, tambang mineral, dan sebagainya. Demikian pula Indonesia. Negara kita Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa laut dan memiliki ekosistem perairan laut yang beraneka ragam, sangat dibutuhkan untuk memperbaiki peradaban bangsa, sehingga seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kemanfaatan terhadap laut kita harus kita manfaatkan sebesar-besarnya.
Ekosistem perairan laut dan pesisir yang dimiliki negara kita, dapat bersifat alamiah maupun buatan. Yang alami seperti  hutan bakau, terumbu karang, rumput laut, pantai pesisir, dll. Dan ekosistem buatan seperti, tambak, sawah pasang-surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan permukiman, dll. Dengan demikian pengelolaan ekosistem perairan laut menjadi kewajiban bagi negara untuk menjaga dijaga, utamanya demi perbaikan kehidupan rakyat, agar dapat memanfaatkan sumberdaya laut secara efesien dan efektif.

Diplomasi Kelautan
Upaya penguasaan, perlindungan dan pemanfaatan kekayaan laut, sejak Republik Indonesia berdiri, sebenarnya telah diupayakan melalui perjuangan diplomatik Indonesia dalam politik geostrategis berdasarkan paham kenusantaraan.Yaitu dengan disahkannya Deklarasi Djuanda(13 Desember 1957) oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS).Diakui, Deklarasi Djuanda inidipandang sebagai sebuah asertifisme diplomasi Indonesia,yang telah memberikan landasan strategis dalam mengelola politik kewilayahan nusantara,sebagai konsekuensi logis sebuah negara kepulauan ke depan.

Melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut ini, kepentingan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda menjadi kenyataan, yakni diakuinya lebar laut teritorial maksimal 12 mil laut dan konsepsi negara kepulauan serta sekaligus “menjungkirbalikkan”ketentuan batas lautan territorial warisan Pemerintah Kolonial Belanda seperti tercantum dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939”Stbl. 1939 No.442 artikel 1 ayat (1), yang membagi wilayah daratan Indonesia menjadi bagianterpisah dengan wilayah teritorialnya masing-masing. Namun demikian, dalam rangka menegakkan kedaulatan wilayah di laut,menguatkan potensi pengelolaan wilayah perairan, dan menjalankan hak dan tanggungjawab internasional berdasarkan regimeUNCLOS, kebutuhan bagi kehadiran sebuah hukum pengelolaan dan pembangunan kelautan nasional yang komprehensif,tetap menjadi menu legislasi yang strategis dan penting.Mandat UNCLOS harus menguatkan Indonesia dalam melaksanakan hak dan kewajiban, baik dalam lingkup nasional, regional dan internasional. Negara kita sudah melaksanakan semua mandat tersebut, yang diatur dalam kira-kira 20 UU sektoral.

Pada UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS misalnya, sudah dijabarkan semua hak dan kewajiban sebagai negara kepulauan. Dalam konteks pelaksanaan ketentuan UNCLOS, karena kita sudah meratifikasinya, Indonesia sudah melaksanakan dengan segenap aturan atau UU terkait. Kalaupun sepenuhnya belum optimal, itu terjadi karena UU-nya belum selesai, yaitu UU Kelautan yang sampai saat ini masih dibahas di DPR bersama Pemerintah. Namun demikian, kalaupun UU ini belum selesai, tidak terlalu menjadi masalah, sebab pengelolaan sebagai negara kepulauan sudah berjalan dan belum ada preseden klaim atau protes dari regime UNCLOS kepada RI. Namun demikian, UU Kelautan yang sedang dibahas ini sangat penting dalam konteks pembangunan Indonesia yang harus berbasis kelautan, infrastruktur yang memadai dan kepentingan pertahanan, eksploitasi sumberdaya laut untuk pembangunan. Dengan demikian UU Kelautan ini sesungguhnya sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia.

Urgensi dan Hambatan Pembahasan RUU Kelautan
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,luas lautnya mencapai ¾ luas seluruh wilayahnya,letak geografisnya strategisdan dinamis dalam konstelasi politik dan ekonomi dunia. Tentu saja, Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dari sektor kelautan. Dengan demikian, untuk dapat mengelola wilayah laut dan sektor kelautan secara optimal, dibutuhkan upaya penegakkan kedaulatan dan pengamanan wilayah perairan Indonesia.Di sinilah urgensi UU tentang Kelautan ditemukan dalam rangka penataan pengaturan laut secara sistematis dan terpadu. Dalam konsepsi seperti ini, pembangunan Indonesia sebagai sebuah negara maritim menjadi pilihan yang sifatnya mandatoris ke depan.

DPR-RI sebagai lembaga yang berwenang membentuk undang-undang, telah menetapkan politik legislasi yang sejalan dengan cita-cita pendiri bangsa dalam mengelola sektor kelautan berdasarkan UNCLOS. Semua diarahkan dalam mendukung visi pembangunan jangka panjang nasional yang di dalamnya pembangunan bidang kelautan diarahkan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional.

Kehadiran sebuah UU tentang Kelautan mencerminkan besarnya derajat kemauan politik negara dalam menetapkan politik pembangunan kelautannya. Dalam konteks kepentingan nasional, kehadirannyasekaligus juga menjadi wahana yang sangat kondusif dalam memperkokoh jati diri Indonesia sebagai negara maritim dalam rangka mewujudkan negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional.

Dengan luasnya cakupan pengaturan dan irisan kepentingannya dengan beberapa sektor lainnya, kehadiran UU ini dapat menjadi salah satu masterpiece produk hukum yang dihasilkan oleh regime politik pemerintahan dewasa ini. DPR-RI mengambil posisi politik bahwa proses penyusunan undang-undang tentang kelautan,setidak-setidaknya harus memenuhi dua syarat substantif sebagai necessary condition dan satu syarat politik sebagai sufficient condition.

Pertama,perlunya menetapkan norma-norma pengaturan di dalam undang-undang tentang kelautan yang berbeda dan belum diatur dalam serangkaian peraturan perundang-undangan yang sudah ada.Kedua, norma-norma tersebut harus dapat berfungsi sebagai rujukan bagi norma-norma terkait yang telah diatur dalam  peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Dengan demikian, potensi benturan pengaturan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dapat dihindarkan.Ketiga,terpenuhinya syarat politis melalui kelembagaan Prolegnas berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

RUU tentang Kelautan telah menjadi agenda prioritas tahunan Prolegnas pada tahun 2013 ini. Dengan demikian, proses agenda-setting bagi pembahasan RUU tentang Kelautan masih menyisakan ruang yang sangat terbuka.Kalaupun misalnya proses tersebut tidak selesaitahun ini, DPR-RI dan Pemerintah harus tetap mencapai konsensus politik untuk menetapkan agenda pembahasan RUU tersebut ke dalam prioritas tahunan Prolegnas tahun 2014.Dengan demikian, jika RUU tentang Kelautan tidak masuk dalam prioritas tahunan Prolegnas pada tahun 2014, Pemerintah dan DPR RI, harus melakukan sebuah terobosan politik sesuai dengan mandat Pasal 23 UU No. 12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Ayat (2), khususnya huruf b: “Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat: mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.”

Melalui instrumen inilah, Pemerintah dan DPR RI harus mampu mencapai konsensus politik untuk menetapkan isu pengaturan dalam RUU tentang Kelautan sebagai keadaan tertentu yang memiliki urgensi nasional. Dengan demikian, persoalan lambatnya penggodokan RUU tentang Kelautan sebenarnya menjadi tanggung bersama antara DPR-RI dan Pemerintah.

Sampai saat ini, komunikasi DPR dan Pemerintah sangat baik. Bulan Juni ini untuk pertama kalinya, kecuali pada pembahasan RUU APBN, seorang Menteri hadir di DPR untuk “mengejar-ngejar” penyelesaian RUU, sebab biasanya DPR-lah yang sering meminta Pemerintah segera menyelesaikan pembahasan. Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip S. Soetardjo beserta jajarannya, hadir di ruang rapat pimpinan DPR bertemu dengan Ketua DPR, Ketua Baleg dan Ketua Komisi IV untuk memperjelas progres pembahasan RUU Kelautan. Dalam pertemuan ini, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Kelautan, posisi RUU Kelautan yang saat ini masih dibahas, adalah RUU Prolegnas tahun ini yang berada pada nomor urut 62 sebagai RUU Prolegnas 2013. Berdasarkan surat nomor S.31.36/DEKIN.3/TU.210/I/2013 tanggal 31 Januari 2013, Dewan Kelautan secara resmi memintakan kepada Sekretaris Jenderal DPR-RI, DPD-RI, Badan Legislasi , DPR-RI, Komisi I, Komisi II, Komisi III, Komisi IV, Komisi V, Komisi VI, Komisi VII, Komisi VIII dan Komisi IX, untuk membentuk panitia khusus terkait RUU tentang Kelautan. Selanjutnya, pada tanggal 28 Maret 2013, Komite II DPD-RI secara resmi telah menyampaikan draft  RUU tentang Kelautan kepada Badan Legislasi.

Dengan demikian, bersamaan dengan pembahasan RUU Kelautan antara Pemerintah dan DPR, dengan adanya keputusan MK No. 92/PUU/2012 mengenai diberikannya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) untuk membuat peraturan perundang-undangan namun belum ada Juklak dan Juknis pelaksanaannya, menimbulkan kerancuan dan menghambat Baleg DPR-RI dalam melakukan pembahasan RUU Kelautan. Sehingga, untuk melaksanakan pembahasan RUU Kelautan ini harus ada pertemuan terlebih dahulu dengan MK, khususnya berkaitan dengan kewenangan DPD, sehingga pembahasan RUU kelautan berjalan sesuai kaidah dan mekanismenya.

Selanjutnya, pada laporan yang disampaikan Ketua Baleg, disampaikan bahwa akan dihadapi proses pembahasan yang memperkuat ataupun memperlemah optimisme penyelesaian RUU ini tahun 2013 ini. Sebab, antara lain permasalahan yang dihadai adalah, naskah akademik RUU Kelautan ini belum komprehensif sehingga perlu dibahas lebih matang. Persoalan lainnya adalah antisipasi terhadap adanya materi-materi yang tumpang tindih yang dimuat di RUU ini dengan materi yang sebenarnya juga telah diatur di RUU lainnya. Membahas dan mengantisipasi hal ini perlu kejelian mendalam, dengan demikian pembahasan RUU ini memang harus dilakukan oleh Pansus lintas Komisi.

Penutup
Penyelesaian RUU Kelautan, bagi DPR, sangat perlu untuk disegerakan. Namun demikian, sebagaimana kewenangan DPR yang “dibatasi”, bahwa sebuah RUU harus dibahas dengan Pemerintah, maka komunikasi dengan Pemerintah inilah yang menjadi kunci penyelesaian RUU Kelautan ini. Masalah komunikasi dengan pemerintah inilah yang juga harus dilakukan oleh DPr untuk penyelesaian berbagai RUU yang sedang dibahas. Dengan demikian, kita semua berharap berbagai RUU di DPr, khususnya RUU Kelautan, dapat segera di selesaikan.**
                                                         


KOMENTAR ANDA
Nama :
Email :
Komentar :
Total : 1000

Elias FN
September 6 2013 , 05:14
Indonesia sebuah negara maritim yang kaya akan berbagai potensi sumber daya alam....selama ini kita belum menjadi tuan atas kekayaan tersebut.Suatu kebutuhan yang sangat mendesak ,lahirnya undang undang tentang kelautan yang mengakomodir kepentingan bangsa secara keseluruhan....Yang tak kalah pentingnya dari undang undang yang ingin di wujudkan bersama oleh DPR dan Pemerintah adalah mempersiapakn Sumber Daya Manusia Indonesia yang handal di bidang kelautan ...Karena sebagus apapun aturan dan undang undang yang ada ,tak akan berarti jika pelaku/pelaksana undang tersebut tidak memahami dan tidak melaksanakannya dalam perbuatan produktif sebagai bangsa...Salam Amanah Nusantara