Saya semakin hari, semakin geli membaca pernyataan-pernyataan Partai Demokrat (PD) Kubu AHY di media.
Meminta maaf? Ke siapa? Salahnya pak Moeldoko apa sampai harus minta maaf segala? Langkah pak Moeldoko adalah hak politik pribadi pak Moeldoko, siapa saja harus menghormati.
Setiap orang punya ambisi, termasuk diri saya, walau tidak harus menjadi ambisius. Dalam format demokrasi, tidak perlu melihat ambisi seseorang dalam perspektif yang sempit atau subyektif.
Mundur sebagai Ketum PD versi KLB Deliserdang? Bukannya KLB Deliserdang menurut versi Kubu AHY adalah KLB abal-abal, atau KLB bodong? Mengapa harus dianggap? Abaikan saja! Gitu saja koq repot.
Fakta politik PD pecah dalam dua versi yaitu versi Moeldoko dan versi AHY. Suka atau tidak suka itulah faktanya. Hadapi!
Jika saya di posisi pak Moeldoko, saya tidak akan pernah minta maaf ke siapapun dan tidak akan mundur sebagai Ketum PD versi KLB Deliserdang. Rawe-rawe rantas malang-malang putung, mbabar jejeging adil ana ing Nuswatara. Hingga tetes darah terakhir, pecahing dada lan luntaking ludiro. Maaf pakai bahasa Jawa lagi.
Kalau saya boleh berpendapat, benang kusut di internal PD, kuncinya ada di pak SBY. Kayaknya sbb:
1. Pak SBY lupa jika pernah berkuasa sepuluh tahun lamanya dengan segala capaian yang ada, silakan dinilai sendiri. Pak SBY sudah banyak makan asam dan garam soal gonjang-ganjing internal parpol, misal PKB, Partai Golkar, dll.
2. Pak SBY juga lupa kalau sekarang ini Beliau bukan Presiden lagi. Presidennya sudah ganti lama, sejak 2014, yaitu Presiden Jokowi.
Saling gugat. Bagus, do your best! Kubu AHY menggugat sepuluh nama penggagas KLB Deliserdang ke PN Jakarta Pusat. Jargon-jargon politik yang diusung adalah KLB Deliserdang bukan hanya mengancam PD, namun juga mengancam negara, kekuasaan dan pemerintah yang sah. Waduh terlalu jauh mikirnya. Elektabilitas PD tahun 2019 hanya 7,77%, sekarang mungkin malah sudah ambyar. Mengancam siapa? Jangan berlebihanlah! Katanya KLB abal-abal koq digugat? Abaikan!
Kubu Moeldoko melaporkan oknum kader PD yang konon katanya mantan napi korupsi, ke Polda Metro Jaya, atas adanya dugaan pencemaran nama baik. Lanjut!
Lebih jauh, Kubu Moeldoko juga melaporkan ke Bareskrim Polri, dugaan adanya pengubahan akte Pendirian PD, versi 2001 ke versi 2020, yang konon katanya tidak prosedural dan diam-diam memasukkan nama pak SBY sebagai pendiri PD. Memasukkan nama pak SBY jelas suatu agenda politik.
Beredar secara luas video lama yang dibuat menjelang Pilpres 2004, yang isinya pidato pak SBY yang pak SBY mengatakan sendiri, bahwa Beliau bukan pendiri PD. Mantab!
Jadi, menurut saya, langkah pengubahan akte pendirian PD adalah kebohongan sejarah.
Hingga hari ini saya tetap pada posisi saya sebagai orang luar dan netral. Namun, kalau boleh saya menilai, Kubu Moeldoko lebih calm, confidence, strategic, taktis dan sangat efisien dalam memainkan bidak-bidak caturnya. Good luck!
Saran saya untuk Kubu AHY, tidak perlu panik, hadapi saja proses hukum kedepan. Anda yang memulai, anda juga yang harus mengakhiri. Anda telah menyerap energi luar biasa besar dari publik di awal-awal, dan anda akan kehilangan energi sama besarnya dengan yang anda peroleh di akhir nanti. Hukum kekekalan energi.
Terimakasih.
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2021-03-15
BP. Widyakanigara