Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat telah berjalan. Komite Konvensi mengagendakan kegiatan
Meet The Press untuk memperkenalkan peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat kepada kalangan media. Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Marzuki Alie, meyakini siapapun nanti yang menang konvensi mampu bersaing dengan calon presiden dari partai lainnya. Berikut ini adalah paparan yang disampaikan pada acara tersebut:
Landasan Gagasan
Seluruh aliran pandangan atau mazhab teori ilmu ekonomi hingga saat ini sepakat bahwa tujuan mendasar dan utama dari berbagai upaya dan strategi pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat. Apabila ditelisik dari sudut pandang teori ilmu pemerintahan, kita juga akan menemukenali bahwa target utama dari fungsi layanan organisasi pemerintahan adalah mendorong ke arah layanan publik bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan bermartabat.
Berdasarkan konstitusi kita, maka sejatinya masyarakat Indonesia haruslah menjadi masyarakat yang sejahtera, unggul, dan berkeadilan. Dengan demikian, maka masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat. Kesejahteraan tersebut tidak hanya diukur dari capaian besaran angka indikator perekonomian, namun juga dilihat dari berbagai indikator di luar angka makro ekonomi, seperti rerata pendidikan masyarakat, tingkat kesehatan, dan juga demokratisasi.
Kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan bangsa, merupakan amanah konstitusi yang harus kita upayakan untuk tercapai. Hanya saja, bagaimana memenuhi amanah konstitusi tersebut, kita harus bersama-sama mencari solusi yang baik dan dapat diterima bersama. Diskusi akan semakin menantang, apabila sudah mengarah pada strategi dalam pencapaian tujuan dasar pembangunan tersebut. Kita semua memaklumi bahwa tiada satu tipe strategi pembangunan yang tepat untuk semua tantangan yang sangat beragam. Untuk itu perlu dikenali bagaimana kondisi dan tantangan pembangunan yang ada di Indonesia, agar dapat dirumuskan strategi yang memadai dan efektif dalam mendorong upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat secara luas.
Didasarkan pada pemahaman tersebut di atas, maka perlu kiranya kita diskusikan bersama apa tantangan pembangunan terkait dengan terwujudnya amanah konstitusi mengenai masyarakat yang sejahtera, unggul, dan berkeadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang bermartabat. Ragam tantangan tersebut memiliki bentang spektrum yang cukup luas, mulai dari kecukupan atau kesejahteraan di bidang kebutuhan pokok ekonomi, pemerataan pendidikan, peningkatan standar kesehatan masyarakat, pelaksanaan demokratisasi, implementasi desentralisasi, ketersediaan infrastruktur dasar, pembangunan kawasan perbatasan, konflik sosial, dan yang paling krusial dalam era reformasi saat ini adalah Korupsi yang semakin massif dan semakin canggih, dan lain sebagainya.
Sudah tentu tidak secara naif kita katakan bahwa kita akan sanggup menanggulangi sebuah tantangan dengan tanpa menghiraukan tantangan atau permasalahan di sektor lainnya. Karena memang pada dasarnya, sebuah tantangan pembangunan, akan berupa
multifaceted layaknya berlian yang harus
dipandang dari seluruh sisinya. Tidak ada tantangan pembangunan di satu bidang, yang steril dari isu pada bidang pembangunan lainnya. Misalnya, tantangan keberhasilan bidang ekonomi, akan memerlukan pemecahan pada bidang tata kelola administrasi dan peraturan, serta pada kapasitas kinerja pamong pemerintahan yang terkait.
Ragam Tantangan
Menuju tercapainya
welfare society tentu saja tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek ataupun
segmented atau hanya fokus pada sektor tertentu saja. Hal ini dikarenakan berbagai tantangan seringkali mengharuskan adanya pendekatan penyelesaian yang terintegrasi, bahkan beberapa tantangan pembangunan tidak dapat diselesaikan hanya dalam satu periode pemerintahan saja. Didasarkan pada hal tersebut, maka menjadi penting bagi kita untuk mampu mengenali permasalahan pembangunan yang ada, serta menetapkan skala prioritas dalam penyelesaiannya.
Salah satu contoh permasalahan yang menyangkut kesejahteraan ekonomi masyarakat dan layak dijadikan prioritas adalah adanya gejala inflasi kebutuhan pokok yang terus menggerus daya beli rakyat. Layak sebagai prioritas karena inflasi yang terlalu tinggi akan mengganggu kapasitas pemenuhan hajat hidup masyarakat, dan juga dikarenakan terkadang permasalahan inflasi ini menyangkut hal-hal yang paradoksal. Salah satu contoh paradoksal dalam inflasi adalah, Indonesia sebagai negara dengan kapasitas pertanian yang luas, ternyata sangat bergantung pada impor hasil-hasil pertanian seperti kedelai, bawang putih, beras, dan bahkan tergantung pada pasokan daging sapi. Dipahami bahwa pembelian barang dan jasa dari luar negeri merupakan hal yang lumrah, namun menjadi tidak lumrah apabila telah terjadi ketergantungan atas produk luar negeri, atau bahkan apabila justru menjadi salah satu pendorong depresiasi mata uang rupiah maupun menjadi penyebab inflasi.
Rasanya kita semua sependapat bahwa bentangan ragam tantangan pembangunan sangat lebar, mulai dari hal-hal yang sangat kuantitatif dan mudah terukur hingga hal-hal yang kualitatif. Seringkali kita membaca berita bahwa GDP/kapita kita membaik, juga mendengar pernyataan mengenai rendahnya rasio defisit APBN (berbanding GDP), atau mungkin juga membaca mengenai turunnya defisit neraca pembayaran. Namun pertanyaan lanjutannya adalah apakah secara riil kesejahteraan ekonomi masyarakat secara luas, juga ikut membaik ?. Berbagai contoh pertanyaan dari masyarakat yang juga seringkali muncul antara lain; apakah tingkat kesehatan dan pendidikan sudah merata dijangkau seluruh lapisan masyarakat? Apakah telah terwujud demokratisasi sebagaimana seharusnya? Apakah kesetaraan gender sudah membaik di Indonesia? Apakah teori yang menyatakan
trickle-down effect telah terwujud di daerah-daerah Indonesia di luar kawasan industri? Bagaimana ketersediaan infrastruktur dasar khususnya wilayah luar Jawa dan Sumatera, serta berbagai pertanyaan lainnya, merupakan contoh dari ragam tantangan pembangunan baik yang bisa mudah diukur secara kuantitatif, maupun yang lebih bersifat kualitatif. Yang pasti, tantangan tersebut harus segera terjawab oleh pemimpin bangsa, melalui keteladanan kepemimpinan yang kredibel, amanah, dan cekatan.
Tentu saja, sebagaimana disampaikan di atas, bahwa penyelesaian ragam tantangan pembangunan ini tidaklah mudah dan tidak dapat diselesaikan secara serentak. Perlu komitmen nasional yang melibatkan beragam sektor dan beragam aktor pembangunan di seluruh Indonesia, yang dilandasi oleh kesadaran berbangsa bersama, serta ditopang dengan adanya kemandirian bangsa. Sebagai gambaran umum dalam diskusi wacana kali ini, beberapa contoh
cluster tantangan pembangunan dapat disampaikan di bawah ini:
1. Tantangan dalam hidang ekonomi ; Mencakup antara lain (besaran makro), inflasi yang didorong oleh naiknya harga-harga kebutuhan pokok, defisit APBN dan hutang internasional, serta defisit transaksi perdagangan internasional maupun jatuh temponya hutang internasional yang akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang kuat dunia yang pada akhirnya secara tidak langsung akan mengganggu kapasitas daya beli masyarakat.
[2]
2. Tantangan rendahnya sebaran layanan pendidikan yang memadai; Mencakup kurangnya fasilitas pendidikan dasar di
remote areas, kurangnya rasio tenaga didik yang cakap, serta masih belum meratanya pendidikan dasar yang murah.
[3]
3. Tantangan minimnya sebaran layanan kesehatan masyarakat; Antara lain diindikasikan kurangnya jumlah tenaga medis di luar Jawa dan Sumatera, baik untuk layanan yang terkait dengan penyakit, maupun yang terkait dengan kecukupan gizi, kesehatan balita, dan kehamilan.
[4]
4. Infratruktur dasar yang belum memadai; Buruknya kualitas dan rendahnya kuantitas infrastruktur (misalnya ketersediaan transportasi masal, jalan dan jembatan), akan mendorong tingginya biaya ekonomi atas penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat. Disamping tingginya biaya ekonomi bagi masyarakat, buruknya kualitas infrastruktur akan menghambat laju penyebaran informasi dan pengetahuan serta teknologi kepada masyarakat, khususnya di luar wilayah Jawa dan Sumatera.
[5]
5. Demokratisasi dan desentralisasi pembangunan daerah; Beberapa kajian dari beberapa perguruan tinggi menyatakan bahwa proses demokratisasi di Indonesia sudah sangat ‘bebas’, yang dapat dikatakan sebagai tahap yang berlebihan. Prasyarat dasar dari terwujudnya demokratisasi yang baik, masih belum dapat dipenuhi. Prasyarat tersebut antara lain, tingkat pendidikan dasar masyarakat yang baik (untuk memudahkan proses edukasi kesadaran keterwakilan politik dan bernegara), ketersediaan media yang berimbang (untuk meminimalkan
asymmetric information), ketersediaan dukungan kelembagaan yang kredibel bagi proses demokrasi (lembaga pemilu, dan peraturan pendukungnya), serta kapasitas sumber daya manusia pelaksana kunci proses demokratisasi. Permasalahan yang senada juga muncul dari sisi pelaksanaan desentralisasi/otonomi daerah. Dari sisi desentralisasi ternyata masih menyisakan pekerjaan rumah yang sangat banyak, seperti pemekaran wilayah dan beban biaya pembangunan, korupsi yang ‘terdesentralisasi’, koordinasi pembangunan antara wilayah yang menjadi lebih rumit, serta munculnya kooptasi dari ‘elit lokal’ terhadap target pembangunan.
6. Korupsi dan penegakan hukum; Sangat banyak tantangan pada upaya penanggulangan korupsi dan penegakan hukum. Korupsi yang masih merajai para penegak hukum, serta para pimpinan lembaga pemerintahan, menjadi salah satu bukti kondisi buruknya penyalahgunaan wewenang, dan lemahnya mental para penyelenggara pemerintahan/negara. Proses penegakan hukum, disertai contoh kepemimpinan yang kredibel, dan edukasi masyarakat mengenai korupsi dan dampaknya, akan menjadi upaya yang cukup ampuh dalam menanggulangi kejahatan korupsi. Edukasi masyarakat untuk mewujudkan “budaya disiplin dan jujur”, menjadi mendesak, mengingat secara ‘samar’ telah ada budaya permisif atas
abuse of power baik dalam upaya adanya keuntungan finansial maupun non-finansial.
7. Last but not least, Lemahnya wibawa diplomasi internasional; Posisi Indonesia sebagai negara besar dengan bentang luas wilayah, kekayaan potensi alam, dan jumlah penduduk yang ada, sangat memungkinkan Indonesia menjadi negara yang berpengaruh dalam diplomasi internasional dan bermartabat diantara bangsa-bangsa lain di dunia.
Pokok Gagasan
Pada dasarnya, tantangan pembangunan dapat diatasi dengan lebih baik, apabila kita mampu melihat permasalahan pembangunan secara holistik serta dilandasi dengan pemahaman Ke-Indonesia-an yang menyeluruh. Cara berfikir ini, disertai hadirnya teladan kepemimpinan yang kuat, akan mendorong terwujudnya perencanaan pembangunan yang tepat dan efektif.
Kepemimpinan yang layak diteladani, harus memenuhi prasyarat: (1) kemampuan menemukenali tantangan bersama, (2) kemampuan untuk mendorong terwujudnya kesadaran kolektif atas tantangan pembangunan tersebut, (3) kemampuan untuk mencari solusi bersama atas tantangan tersebut, (4) kemampuan untuk secara koordinatif mampu memimpin terlaksananya solusi yang ada, dan (5) Kemampuan berpikir dan bertindak secara dinamis dan sistematis.
Di bawah kepemimpinan yang efektif dan patut diteladani tersebut, akan hadir perencanaan pembangunan dengan penetapan target dan prioritas pembangunan yang efektif, disertai pemahaman atas penetapan periode penyelesaiannya apakah jangka panjang atau jangka pendek.
Tanpa menganggap ringan terhadap berbagai tantangan pembangunan nasional tersebut, maka perlu kiranya disepakati bahwa gagasan-gagasan solusi bagi tantangan pembangunan haruslah: (1) berakar pada konstitusi bangsa, (2) mencakup berbagai tantangan dan peluang dari kinerja pembangunan selama ini, serta (3) memiliki konsideran akademik yang tepat. Melalui proses forum dialog yang luas dan kredibel, maka berbagai gagasan tersebut dapat diuji untuk ditetapkan sebagai alternatif solusi bangsa.
Inti dari gagasan yang dapat disampaikan adalah, keharusan terwujudnya “Kedaulatan Bangsa dan Teladan Kepemimpinan yang tangguh serta efektif” bagi tercapainya masyarakat yang bermartabat, melalui masyarakat yang unggul, sejahtera dan berkeadilan. Gagasan tentang Kedaulatan dan Teladan Kepemimpinan ini bukan berarti menutup gagasan lainnya yang mungkin ada, dan juga bukan berarti meniadakan tantangan di sektor lainnya, namun justru dua gagasan ini diharapkan akan menjadi simpul yang mampu menjadi perekat sinergi berbagai potensi bangsa yang ada. Kepemimpinan yang efektif serta patut diteladani, bukan sebatas retorika, namun harus mampu diwujudkan dengan kerja nyata yang implementatif. Seorang pemimpin diharapkan secara ideal memiliki pemahaman konsepsi yang sangat kuat, namun secara bersamaan mampu menyampaikan secara komunikatif dan teknis atas isu-isu permasalahan yang dihadapi masyarakat. Seorang pemimpin juga harus mampu memberi dan membawa kesamaan pemahaman atas permasalahan bangsa, sekaligus mampu meyakinkan adanya kepemimpinan yang mampu memimpin untuk secara bersama menyelesaikan permasalahan bangsa.
Kedaulatan yang diajukan sebagai alternatif solusi pembangunan nasional, mencakup:
1. Kedaulatan Ekonomi (
green economy, antara lain mencakup kedaulatan atas kebutuhan pangan pokok masyarakat, dan kedaulatan energi);
2. Kedaulatan Pengelolaan Potensi Bangsa (potensi manusia, potensi budaya, potensi iptek, potensi alam termasuk di dalamnya potensi kelautan nasional dan lainnya);
3. Kedaulatan wilayah, dan keamanan dalam negeriserta pencegahan korupsi.
Adanya kedaulatan ini, juga mencerminkan kemandirian atas sektor yang terkait. Kedaulatan ini juga akan mampu menciptakan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan (APBN), memperkuat posisi transaksi neraca perdagangan Indonesia, serta mendukung ketersediaan pangan dan energi dengan lebih baik di tengah masyarakat. Diperkuat dengan Kedaulatan Budaya, maka Indonesia akan mampu lebih cepat berbenah dalam menyongsong masa depan bangsa yang lebih berdaulat (sebagaimana amanah konstitusi), serta lebih sejahtera.
Penguatan dari sisi kedaulatan, juga memerlukan adanya kepemimpinan nasional yang tangguh, cakap, dan berwibawa. Hal ini bukan sekedar retorika istilah saja, namun sudah terbukti secara praktis sangat diperlukan. Keputusan akan perlunya kedaulatan bangsa, serta berbagai keputusan bagi strategi pembangunan nasional, sangat memerlukan hadirnya kepemimpinan nasional yang tangguh. Tantangan utama dalam hal ini adalah, bukan dalam mencari landasan teori kepemimpinan, namun sudah pada tataran implementasi kecakapan praktis dari pemimpin nasional yang ada. Kata kunci yang perlu dalam isu kepemimpinan nasional adalah, Kecakapan manajerial yang dibekali pengetahuan komprehensif, diiringi kecakapan bersikap dan dilandasi visi kenegarawanan, mempunyai integritas yang teruji serta mampu memberikan keteladanan yang dapat menginspirasi anak Bangsa.
Demikian paparan gagasan ini disampaikan, semoga dapat dijadikan bahan pemikiran dan diskusi bersama, demi terwujudnya Bangsa Indonesia yang Bermartabat. Terima kasih.
[1] Oleh Marzuki Alie, disampaikan dalam rangkaian Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Tahun 2014, di Jakarta, 9 Januari 2014.
[2] Inflasi sepanjang 2013 sebesar 8,38% (yoy), di atas target inflasi yang ditetapkan sebesar 4,5%. Kurs tengah BI per tanggal 3 Januari 2014, telah mencapai Rp 12.226/USD, dan cadangan valuta asing Indonesia per 29 November 2013 menjadi sebesar 96,960 milyar USD yang berarti telah turun dibandingkan pada 31 Januari 2012 (111,990 milyar USD) dan posisi per 31 Januari 2013 (108,780 milyar USD). Besar kecilnya cadangan valuta asing ini akan menentukan kapasitas daya tahan kurs Rupiah terhadap
hard currencies, dan akan menentukan kredibilitas mata uang Rupiah dalam transaksi internasional. Adanya defisit transaksi berjalan Indonesia periode Jan-Nov 2013 (-11.837,3 milyar USD), yang jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama Tahun 2012 (-4.848,4 milyar USD), diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing kuat (
hard currencies).
[3] Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN utama lainnya (Philippine, Thailand, Singapore, Brunei dan Malaysia) Indonesia masih jauh tertinggal dari sisi pembangunan manusianya. Menurut laporan
Human Development Index (HDI UNDP), tahun 2012 posisi Indonesia masih pada urutan ke 121 dunia (naik 3 peringkat dibandingkan posisi Tahun 2011), yang berarti sangat jauh tertinggal dibandingkan Malaysia (posisi 64), apalagi Singapore (posisi 18). Lebih menyedihkan lagi karena, dari sisi pendidikan, skor HDI kita turun dari 0,584 (Tahun 2011) menjadi 0,577 (Tahun 2012).
[4] Didasarkan pada capaian HDI 2012, skor atau penilaian Indonesia dari sisi kesehatan, naik sedikit dibandingkan HDI Tahun 2011 (dari 0,779 menjadi 0,785). Hanya saja, secara total HDI kita masih rendah (peringkat di atas 100 dunia, dan lebih rendah dari 5 negara utama ASEAN lainnya). Apabila ditinjau dari target MDGs 2015 (kesepakatan dunia atas Millennium Development Goals di PBB), meskipun menunjukkan peningkatan kinerja kesehatan pada beberapa indikator dan pada beberapa daerah, namun dapat dikatakan kita juga sangat sulit mencapai target kesehatan keseluruhan yang dimaksudkan dalam MDGs.
[5] Sangat mudah untuk diperbandingkan dari sisi ketersediaan jalan nasional di Indonesia. Untuk wilayah Jawa dan Sumatera, maka dapat dikatakan kita sangat tertinggal, apalagi di luar wilayah tersebut.